Total kematian akibat Covid di Indonesia saat ini menempati posisi tertinggi kedua di Asia, mencapai 150.000 kasus.
Di tengah kondisi ini, pemerintah Indonesia meniadakan syarat pengetesan dan karantina bagi pelaku perjalanan.
Dengan landasan kondisi ini, pemerintah diminta menyiapkan strategi mitigasi agar kasus positif maupun kematian tidak terus naik.
Kementerian Kesehatan mengeklaim sudah menyiapkan rencana mitigasi, terutama mendorong percepatan vaksinasi dosis lengkap hingga 70 persen pada April mendatang.
Koordinator Tim Advokasi dari organisasi pemantau LaporCovid-19, Firdaus Ferdiansyah, mengatakan sejak 4 Februari hingga 5 Maret 2022 tren kematian terus naik atau meningkat enam kali lipat.
Kondisi ini, katanya, menggambarkan situasi pandemi di Indonesia masih genting. Tapi pemerintah justru memudahkan aturan soal pengetesan dan membebaskan karantina bagi orang asing.
Padahal angka kematian merupakan indikator telak yang merepresentasikan kegagalan pemerintah mengintervensi kebijakan penanggulangan di hulu hingga hilir. kata Firdaus.
“Ini adalah satu-satunya cara untuk bisa melihat dampak pandemi, makanya kenapa kami getol sekali dengan data kematian,” kata Firdaus kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (08/03).
Dalam dua tahun pandemi, sambung Firdaus, pencatatan angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia belum bisa diandalkan.
Jika menggunakan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maka total kematian di Indonesia bisa mencapai angka 191.000 lebih.
Ribuan kasus itu termasuk pasien yang berstatus probable yakni meninggal karena memiliki gejala klinis tapi belum terkonfirmasi Covid-19 dan meninggal saat isolasi mandisi atau di luar fasilitas kesehatan.
Selain persoalan pencatatan yang tidak sesuai standar WHO, LaporCovid-19 juga menganalisa ada perbedaan angka kematian per-provinsi dengan publikasi versi pemerintah pusat.
Dalam hitungan LaporCovid-19 awal Maret lalu, jumlah kasus kematian positif Covid-19 sesungguhnya telah mencapai 160.569 jiwa, tapi pemerintah menyatakan ada 149.918 jiwa.
Ketidakakuratan data kematian ini, menurut Firdaus, bakal berdampak pada pembuatan kebijakan di setiap wilayah.
“Pemerintah selama ini melihat data kematian hanya sebagai data statistik. Yah hanya sekianlah, kecil. Tapi kalau ditelusuri, kematian satu orang saja membawa duka yang luar biasa. Belum lagi tenaga kesehatan yang meninggal, rugi besar kita.”